SUMENEP, HUKUMNEWS – Kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bank Jatim Cabang Sumenep yang menyeret pemilik Usaha Dagang (UD) Alief Jaya, Mohammad Fajar Satria (Bang Alief), semakin memunculkan perdebatan sengit di ranah hukum. Setelah kuasa hukum Bang Alief menuding penetapan tersangka kliennya sebagai bentuk kriminalisasi, kini pandangan serupa muncul dari pakar hukum lain.
Advokat senior Kurniadi, S.H., yang juga menjabat Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura (YLBHM) dan dikenal dengan julukan “Raja Hantu,” menilai argumen tim kuasa hukum Bang Alief cukup beralasan dari perspektif hukum.
Hubungan Bank Jatim dan Bang Alief Dinilai Murni Keperdataan
Kurniadi S.H. menegaskan bahwa hubungan awal antara Bang Alief, sebagai agen pembayaran daring dan jasa keuangan, dengan Bank Jatim pada dasarnya adalah “hubungan keperdataan.”
“Pendapat Kuasa Hukum Tersangka, cukup beralasan. Tetapi secara kasat mata, hubungan Alif dengan Bank Jatim adalah ‘hubungan keperdataan’,” ujar Kurniadi, S.H. kepada MaduraExpose.com pada Kamis (30/10/2025) malam.
Pendiri LSM LAPDAP ini menambahkan, jika pun terjadi kerugian di pihak Bank Jatim yang diduga disebabkan oleh perbuatan Bang Alief, seharusnya kerugian tersebut diselesaikan melalui jalur perdata.
“Artinya, jika pun ada kerugian di pihak Bank Jatim yang mungkin disebabkan oleh perbuatan Alief, seharusnya bukan tindak pidana,” imbuhnya, menekankan bahwa penyelesaian idealnya adalah melalui ganti rugi perdata.
Bisa Dipidana Jika Ada Persekongkolan yang Direncanakan
Meski demikian, Kurniadi, S.H. tidak menutup kemungkinan adanya unsur pidana, tetapi hal itu harus memenuhi syarat yang sangat spesifik dan terencana.
Menurutnya, unsur Tipikor baru dapat diterapkan apabila terbukti bahwa Mohammad Fajar Satria dan oknum di internal Bank Jatim secara sengaja merancang keuntungan ilegal yang mengakibatkan kerugian negara.
“Kecuali keduanya, Alief dan Bank Jatim, terbukti ‘dengan sengaja dan merancang keuntungan secara tidak sah yang menyebabkan kerugian negara’. Itu pendapat saya!” pungkasnya, menunjukkan bahwa fokus penyidikan harus pada pembuktian unsur niat jahat yang melibatkan kedua belah pihak.
Konflik Hukum Lanjut: Praperadilan dan Gugatan PMH

Pandangan Kurniadi S.H. sejalan dengan langkah hukum yang telah ditempuh oleh tim kuasa hukum Bang Alief, Kamarullah S.H., yang menuding penetapan tersangka adalah bentuk kriminalisasi dan menjadikannya ‘kambing hitam’ untuk menutupi dugaan kejahatan korporasi.
Informasi terkini dari Pengadilan Negeri Sumenep menguatkan bahwa Mohammad Fajar Satria telah menempuh jalur hukum untuk melawan proses penyidikan Polres Sumenep dan tindakan Bank Jatim:
- Gugatan Praperadilan: Fajar Satria telah mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kepala Kepolisian Resor Sumenep, yang terdaftar dengan nomor: 5/Pid.Pra/2025/PN Smp (tertanggal 16 September 2025), untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka.
- Gugatan Perdata (PMH): Fajar Satria juga mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Pimpinan Bank Jatim Kantor Pusat dan Cabang Sumenep (tertanggal 9 Oktober 2025), terkait pemblokiran rekening sepihak dan munculnya saldo minus fiktif sebesar Rp 18,8 Miliar.
Kuasa hukum Fajar Satria sebelumnya juga menyoroti kejanggalan bahwa Maya Puspitasari, karyawan Bank Jatim yang meminjamkan mesin EDC, baru ditetapkan sebagai DPO setelah penetapan tersangka kliennya, yang dinilai menunjukkan adanya keengganan penyidik untuk mengungkap oknum internal bank.
Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan publik mengingat adanya dualisme tuntutan (Pidana Tipikor vs. Perdata PMH) dan dugaan adanya “bayang gelap” di balik pengelolaan mesin EDC Bank Jatim yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 23.582.386.000,00.
[rls/dbs/gim/fer]












