Scroll untuk baca artikel
Nasional

PP Himmah Desak APH Tangkap 4 Pemilik Perusahaan Tambang

Avatar photo
61
×

PP Himmah Desak APH Tangkap 4 Pemilik Perusahaan Tambang

Sebarkan artikel ini

Kebijakan tegas Presiden Prabowo yang telah mencabut izin empat perusahaan tambang yang diduga melakukan pelanggaran yang merusak lingkungan disambut baik oleh Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP Himmah)

Ketua Umum PP Himmah Abdul Razak Nasution mengatakan, ketegasan Presiden Prabowo itu terlihat dari evaluasi yang dilakukan pemerintah pada Januari 2025 lalu, sehingga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 5/2025 tentang Penataan dan Penertiban Kawasan Tambang.

Abdul Razak menegaskan, PP Himmah meminta agar aparat penegak hukum (APH) memproses hukum para pemilik perusahaan tambang dimaksud.

“KPK dan Polri wajib hukumnya menangkap dan mempidanakan pemilik empat perusahaan yang diduga telah melakukan pelanggaran merusak lingkungan dan tidak memiliki izin yang selama ini tapi tetap beroperasi,” kata Razak kepada RMOL, Rabu, 11 Juni 2025.

Bukan tanpa alasan kata Razak, pemilik empat perusahaan penambang di Raja Ampat tersebut diduga telah merusak lingkungan dan tidak memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (KH), tapi masih beroperasi selama ini.

Keempat perusahaan dimaksud, yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang melakukan konsesi di Pulau Manuran dengan luas 1.173 hektare. Status perusahaan tersebut adalah Penanaman Modal Asing (PMA). Perusahaan itu merupakan anak usaha PT Wanxiang Nickel Indonesia, bagian dari Vansun Group (Tiongkok).

“ASP menjadi sorotan karena memegang izin tambang melebihi luas Pulau Manuran itu sendiri, yang hanya 746,88 hektare dan tergolong pulau kecil. Hal ini melanggar UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” terang Razak.

Kementerian Lingkungan Hidup kata Razak, mencatat bahwa ASP melakukan penambangan tanpa sistem manajemen lingkungan. Kolam penampung lumpur (settling pond) milik perusahaan dilaporkan jebol, menyebabkan sedimentasi di perairan sekitar.

Selanjutnya adalah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang melakukan konsesi di Pulau Kawe dengan luas 5.922 hektare. PT KSM kata Razak, pernah memproduksi mencapai 1,3 juta wet metric ton (WMT). Perusahaan ini memiliki izin berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat nomor 210/2013.

“PT KSM diduga memiliki keterkaitan dengan Grup Agung Sedayu. Nama-nama seperti Susanto Kusumo, Richard Halim Kusuma, dan Alexander Halim Kusuma tercatat sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) berdasarkan data Kementerian Hukum. KLH menemukan KSM membuka lahan di luar izin lingkungan seluas 5 hektare serta menyebabkan sedimentasi di kawasan mangrove dan garis pantai. Tambang ini juga telah beroperasi tanpa mengikuti ketentuan teknis pengelolaan lingkungan,” jelas Razak.

Lalu yang ketiga kata Razak, adalah PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) yang melakukan konsesi di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun dengan luas konsensi sebesar 2.193 hektare. Eksplorasi PT MRP aktif sejak Mei 2025. Padahal kata Razak, perusahaan tersebut tidak memiliki persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH).

“MRP memulai eksplorasi nikel pada 9 Mei 2025, menggunakan 10 mesin bor di Pulau Batang Pele. Namun, berdasarkan verifikasi lapangan, perusahaan belum mengantongi izin lingkungan dan langsung dikenakan sanksi administratif oleh KLH,” kata Razak.

Yang keempat kata Razak, adalah PT Nurham yang melakukan konsesi di Yesner, Waigeo Timur dengan luas 3.000 hektare. Perusahaan itu kata Razak, tidak aktif memproduksi, namun terdaftar di sistem pengadaan elektronik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

“Keempat pemilik perusahaan ini jangan semena-mena merusak Indonesia demi memperkaya diri dan kelompoknya dengan mengorbankan biota laut dan kekayaan alam kita di Raja Ampat yang menjadi wisata dunia,” ujar Razak.

“Kami meyakini bahwa penegak hukum dalam hal ini Kepolisian dan KPK akan menangkap pemilik perusahaan, apabila tidak PP Himmah akan berkoalisi dengan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa meminta APH untuk mengadili pemilik keempat perusahaan ini,” pungkas Razak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

------