Scroll untuk baca artikel
Nusantara

Bahlil dan Tambang Nikel Raja Ampat, Feri Amsari: Langgar Aturan Penambangan di Pulau-pulau Kecil

Avatar photo
59
×

Bahlil dan Tambang Nikel Raja Ampat, Feri Amsari: Langgar Aturan Penambangan di Pulau-pulau Kecil

Sebarkan artikel ini

Pakar hukum Feri Amsari soroti tambang nikel di Raja Ampat yang ditinjau Bahlil. Menurutnya, pelanggaran aturan penambangan di pulau-pulau kecil.

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa kegiatan pertambangan PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, tidak berada dalam wilayah konservasi. Ia menjelaskan bahwa lokasi tambang berada di Pulau Gag, sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, yang dikenal sebagai destinasi wisata utama di Raja Ampat.

“Banyak yang bilang tambang ada di Piaynemo, itu keliru. Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat,” kata Bahlil dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Juni 2025.

Pernyataan ini disampaikan Bahlil sebagai respons atas munculnya penolakan masyarakat terhadap kegiatan tambang di wilayah tersebut. Sebagai tindak lanjut, ia memutuskan untuk menghentikan sementara operasi PT GAG Nikel mulai Kamis, 5 Juni 2025, sambil menunggu hasil verifikasi langsung di lapangan. “Untuk sementara kami hentikan sampai kami cek langsung kondisi di lapangan.”

Pernyataan ini Bahlil sampaikan setelah muncul penolakan publik terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat. Bahlil pun memutuskan menghentikan sementara operasi PT GAG Nikel sejak Kamis, 5 Juni 2025, sambil menunggu hasil verifikasi langsung di lapangan. “Untuk sementara kami hentikan sampai kami cek langsung kondisi di lapangan.”

Bahlil juga menekankan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Ia memastikan bahwa kegiatan pertambangan akan diawasi secara ketat dan mengikuti prinsip-prinsip praktik pertambangan yang baik (good mining practice).

“Kami tak bisa hanya percaya pada pemberitaan. Harus dicek langsung agar objektif,” katanya.

Melanggar Aturan Penambangan di Pulau-pulau Kecil
Meskipun Bahlil menyatakan bahwa kegiatan pertambangan di Raja Ampat tidak berada di kawasan konservasi dan lokasinya berjarak sekitar 30 hingga 40 kilometer dari area pariwisata, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Feri Amsari, menilai bahwa izin tambang nikel tersebut tetap bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi.

Feri menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil. Dalam Pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa pemanfaatan pulau kecil dan wilayah perairan di sekitarnya harus diprioritaskan untuk kepentingan seperti konservasi, pendidikan dan pelatihan, riset dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, pertanian organik, peternakan, serta pertahanan dan keamanan negara.

Selain ketentuan tersebut, Feri menambahkan bahwa untuk tujuan selain konservasi, pendidikan, dan penelitian, pemanfaatan pulau kecil dan perairannya harus memenuhi kriteria pengelolaan lingkungan yang baik, mempertimbangkan daya dukung dan kelestarian ekosistem, sistem tata air, serta menggunakan teknologi ramah lingkungan.

“Sebutkan di mana urusan yang berkaitan dengan pertambangan berdasarkan undang-undang ini. Oleh karena itu tidak boleh, menurut saya, aktivitas apapun yang bertentangan dengan undang-undang, terjadi,” kata Feri kepada Tempo, Sabtu, 7 Juni 2025.

Feri juga menegaskan bahwa undang-undang itu menyebut secara jelas bahwa pulau kecil adalah pulau yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km² beserta ekosistemnya. Sedangkan Pulau Gag, yang menjadi lokasi pertambangan, hanya seluas 6.000 hektare atau sekitar 60 km², sehingga masuk dalam kategori pulau kecil.

“Jadi sudah pasti termasuk pulau-pulau kecil sehingga berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tadi, maka tidak boleh dilakukan aktivitas pertambangan,” kata Feri.

Lebih lanjut, larangan pertambangan di wilayah pulau kecil juga diperkuat oleh Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang secara eksplisit menegaskan pelarangan aktivitas tambang di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Indikasi Adanya Korupsi
Sementara itu, dosen hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai bahwa pemberian izin pertambangan di Raja Ampat, yang secara tegas dilarang oleh undang-undang, menunjukkan adanya indikasi praktik korupsi.

“Sudah jelas ada undang-undang dan putusan MK, tetapi izin pertambangan tetap keluar. Itu artinya ada kongkalikong antara otoritas pemberi izin, dalam hal ini pemerintah, dengan perusahaan tambang,” kata Herdiansyah kepada Tempo.

Ia menyatakan bahwa terbukanya kasus pertambangan di wilayah tersebut bisa menjadi titik awal bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki potensi tindak pidana korupsi, karena sangat tidak masuk akal jika izin tambang bisa dikeluarkan tanpa melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini, menurutnya, jelas menimbulkan kerugian bagi negara.

“Indikasi korupsi bisa jadi ada di sana kan, dalam bentuk gratifikasi, suap dan lain sebagainya. Itu juga mesti dipertimbangkan,” katanya.

Sumber:Tempo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

------