Scroll untuk baca artikel
Advokat

Curhat Pengacara Kondang Wiwik Karim : “Tolong bantu saya Bu, agar suami tidak menceraikan saya”

Avatar photo
2629
×

Curhat Pengacara Kondang Wiwik Karim : “Tolong bantu saya Bu, agar suami tidak menceraikan saya”

Sebarkan artikel ini
foto Wiwik Karim, Advokat [Istimewa]

Sumenep- Curhat Pengacara kondang Wiwik Karim melalui akun facebooknya menarik perhatian Netizen. Kisah salah satu kliennya seorang perempuan yang tak ingin diceraikan oleh suaminya.

Media ini kemudian meminta izin dan dipersilahkan oleh Wiwik Karim untuk mengunggah kisah menarik tersebut di media. Berikut kisahnya yang penuh haru biru.

Di suatu siang yang terik, seorang wanita datang ke rumahku ditemani menantunya. “Tolong bantu saya Bu, agar suami tidak menceraikan saya”, suaranya terdengar lirih namun tegar. Caranya bicara sangat tenang, tak sedikit pun terselip amarah layaknya seorang perempuan yang dikhianati cintanya.

Wanita ini umurnya belum sampai empat puluh tahun, bahkan masih tampak terlihat sisa-sisa kecantikannya di masa mudanya dulu. Dia bercerita tentang suaminya yang baik dan sabar, pekerja keras, seorang family man yang sangat menyayangi istri dan kedua anaknya.

“Hidup kami nyaris sempurna, Bu. Tapi tiba-tiba saja suami saya tergoda dan tergila-gila dengan seorang perempuan yang sudah 4 kali ganti pasangan. Bahkan orang sekampung kami pun tau seburuk apa perempuan itu, Bu…”,

matanya menerawang ke langit, seolah mencari jawaban dari balik awan yang dia pandangi. Dengan suara tenang dia kembali bercerita bahwa suaminya telah memakai jasa pengacara sebagai upaya untuk menceraikannya.

” Saya percaya Ibu bisa membantu saya mempertahankan rumah tangga kami. Tolong katakan apa yang harus saya lakukan. Suami saya sekarang tidak pernah pulang ke rumah, Bu. Dia tinggal di rumah orangtuanya, walau sudah berkali-kali saya dan anak menantu kami, bahkan cucu kami pun ikut menjemput dia untuk pulang ke rumah, dia tetap bersikukuh untuk tidak mau lagi serumah dengan kami…”, sesekali dia menghela nafas panjang, tapi tidak sedikitpun kulihat air matanya menetes.

Aku genggam tangannya, sambil aku jabarkan dengan detail tentang langkah-langkah yang akan kami tempuh bersama dalam menghadapi masalahnya ini. Pertemuan pertama kami di Desember 2023 itu alhamdulillah membuahkan hasil yang membahagiakan.

Majelis hakim menolak permohonan cerai talaq dari pihak suaminya. Hasil keputusan ini tentu saja disambut gembira oleh klienku dan seluruh keluarga besarnya. Tapi ternyata kebahagiaan ini tidak bertahan lama. Pada Februari 2024 sang suami kembali mengajukan gugatan cerai.

“Saya kasihan pada suami Bu, jangan sampai dimasa tuanya nanti dia sengsara…”, ucap wanita ini ketika kembali kutanya apa alasannya ingin mempertahankan lelaki yang begitu tidak menginginkannya. Entah terbuat dari apa hati wanita ini, dari semua rasa sakit yang dia rasakan dia justru memperdulikan nasib suaminya di hari tua. Dia kembali memintaku untuk mewakilinya dalam proses persidangan cerai mereka itu.

Singkat cerita, di sidang pertama mereka, aku sengaja tidak menghadirkan pihak istri agar perkara ini berjalan lambat sambil kucari cara agar mereka rujuk. Di sidang kedua, pihak istri hadir dengan agenda mediasi.

Pada sidang ketiga saat permohonan cerai talaq dibacakan, aku tidak langsung menyampaikan jawaban dan rekonpensi.

Hal ini sekali lagi kulakukan agar sidang berjalan lambat. Di sidang keempat, sudah kusiapkan jawaban dan gugat rekonpensi untuk pihak suaminya, namun sampai siang pihak suami tak kunjung datang, sampai akhirnya majelis hakim menyampaikan pihak pemohon akan dipanggil pada sidang berikutnya.

Dari pihak istri aku mendapat kabar bahwa pihak suami sudah berangkat pagi dengan kapal pertama untuk menghadiri sidang, yg menemani ke Sumenep adalah penasehat spiritual (dukunnya) pihak suami.

“Kemarin saya dan anak saya kembali mendatangi suami di rumah orangtuanya karena suami saya sakit, Bu. Saya sampaikan ke suami agar tidak usah hadir dulu ke sidang besok, lebih baik periksa dulu ke dokter di kota”, tuturnya.

“Anak perempuan saya sampai bilang gini, Bu : kalau Bapak sakit begini tidak akan bisa menikahi perempuan itu. Dia tidak akan mau Pak, mending Bapak ikhtiar ke dokter dulu biar sehat”, lanjutnya.

Tapi pihak suami tetap bertekad menghadapi sidang esok hari. Qadarullah saat di perjalanan menuju sidang, pihak suami merasa tidak kuat menahan sakitnya dan minta dibawa ke RS. Ternyata ini alasan mengapa sidang keempat hari Senin kemarin tidak dihadiri oleh pihak suami.

Keesokan harinya di hari Selasa, istri dan anaknya menyusul ke rumah sakit. Di sana ada sang penasehat spiritual yang menemani. Sesekali HP si suami berdering dan nama yg muncul di layar HP bernama ‘ayang beb’. HP akhirnya di mode silent oleh anak perempuannya agar tidak selalu mengganggu.

“Mohon doanya semoga suami saya lekas sembuh ya, Bu. Dan saat sembuh nanti suami saya akhirnya bisa melihat ketulusan hati kami mencintainya. Bahwa hanya kami istri dan anaknya yang benar-benar selalu ada untuknya…”, ucap wanita itu penuh harap.

Kamis dini hari tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa sang suami meninggal dunia. Rupanya Allah ingin menunjukkan jawaban dari doa wanita berhati emas ini: sang suami tetap menjadi miliknya sampai akhir hayatnya…[*]

Editor: Ferry Arbania

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

------