POLICELINE.ID- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berhasil membongkar praktik mafia tanah di Jawa Timur, yakni Kabupaten Sampang dan Banyuwangi. Padahal, AHY sendiri baru satu bulan diangkat menjadi Menteri ATR/BPN.
AHY mengatakan dua kasus ini sendiri sudah dinyatakan P21. Satgas Anti Mafia Tanah sendiri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
“Terdapat berkas perkara yang sudah P21 atau lengkap sebanyak dua kasus di Banyuwangi dan Pamekasan dengan jumlah lima orang tersangka,” kata AHY di Mapolda Jatim, Sabtu (16/3/2024).
Mengutip CNBC Indonesia (17/3), AHY menjelaskan, kasus tanah di Banyuwangi adalah penggunaan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat di Kantor Pertanahan Banyuwangi. Adapun, kasus ini telah menyebabkan kerugian hingga mencapai Rp 17 miliar lebih.
“Kerugian sekitar Rp17,769 M dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB dan PPH sebesar Rp 506 juta,” ujarnya.
Dari kasus itu, ada dugaan sekitar 1.200 sertifikat palsu yang saat ini masih ditahan oleh Kantor Pertanahan Banyuwangi atas instruksi Satgas Anti Mafia Tanah.
Kasatgas Anti Mafia Tanah Brigjen Pol Arif Rachman membeberkan pengungkapan kasus ini merupakan laporan dari Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan.
Untuk kasus Banyuwangi, kejadian tersebut terjadi pada Januari 2023 lalu dengan korban AKR yang merupakan ahli waris tanah. Dalam kasus tersebut, terdapat dua orang tersangka yakni P (54) dan PDR (34).
Kasus ini bermula dari korban yang ingin mengajukan proses pemisahan sertifikat. Korban kemudian menggunakan jasa P sebagai calo untuk membantu.
Dari itu, P kemudian melakukan proses namun terungkap menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan site plan yang bertanda tangan, stempel dan nomor registrasi dari Kantor Dinas PU palsu.
P kemudian dibantu oleh PDR yang berperan menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akta Jual Beli (AJB) padahal pemilik tanah sudah meninggal dunia.
“Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp17,769 M. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi,” kata dia.