POLICELINE.ID- Musa tampak tenang saat menyimak vonis pidana penjara 12 tahun yang dibacakan hakim Andi Hendrawan kepadanya. Tak lama setelah mendengar vonis itu, Musa berterima kasih ke hakim dan menyatakan pikir-pikir lalu beranjak berdiri menuju pengacaranya.
Musa merupakan terdakwa provokator yang menyebabkan tiga polisi gugur dimassa warga di Bangkalan. Tiga polisi yang gugur itu merupakan anggota Unit Reaksi Cepat (URC) Polwiltabes Surabaya (sekarang Polrestabes Surabaya).
Tiga korban yang gugur itu adalah Serda Mohammad Hadiri, Serda Mohammad Dahlan, dan Serda Yanus A Parembong. Ketiga anggota serse itu gugur saat berupaya menangkap Musa yang terlibat kasus curanmor.
Tragedi berdarah itu berawal pada Sabtu, 31 September 1998 di Galis, Bangkalan. Saat itu rombongan berjumlah 7 anggota polisi berpakaian preman yang dipimpin Kasubnit Resmob Letda Nyoman Gede Artha berangkat dari Surabaya ke Bangkalan.
Tujuan mereka ke Bangkalan saat itu hendak menangkap Musa, gembong penadah motor hasil curanmor. Rombongan polisi itu lalu tiba di Bangkalan sore dan langsung berkoordinasi dengan Polsek Blega untuk menunjukkan rumah Musa.
Dari sana, dua anggota Polsek Blega yang mengenakan pakaian seragam dan preman mengantarkan rombongan ke Dusun Umbul-Umbul, Desa Daleman, Galis tempat tinggal Musa. Nahas, saat memasuki kawasan dusun, Musa mengetahui kehadiran rombongan polisi itu.
Musa lalu kabur menuju musala dusun setempat. Dari dalam musala ini, Musa lalu berteriak memprovokasi warga dengan menggunakan pengeras suara milik musala dusun setempat.
“PKI… PKI… Maling… Maling… Ninja… Ninja….,” hasut Musa saat itu yang ditujukan ke rombongan polisi.
Saat itu, kata ninja merupakan momok karena disebut kerap meneror dengan aksi-aksi pembunuhan tokoh-tokoh masyarakat dan ulama. Teror ninja ini awalnya berawal dari Banyuwangi dan menyebar ke seluruh Jatim saat masa reformasi.
Provokasi adanya ninja ini langsung mengundang massa dengan menenteng berbagai senjata tajam. Massa selanjutnya mengepung dan menyerang polisi. Para polisi itu bukan tak memberitahukan identitas mereka ke massa. Tembakan peringatan juga sudah dilepaskan.
Namun massa semakin beringas. Massa yang sudah tak terkendali lalu menyerang mobil Panther dan para polisi tersebut. Karena hal ini, Letda Gede lalu memerintahkan untuk mundur dan kabur dengan berpencar.
Para polisi ini bahkan harus bersembunyi di selokan dan ada yang meminta tolong ke rumah warga. Tapi massa tetap mengejar dengan berbagai senjata tajam yang dibawanya.
Akibatnya, tiga bintara polisi ditemukan gugur di tempat dan waktu yang berbeda secara mengenaskan. Bahkan ada salah satu korban yang ditemukan dengan kondisi kedua tangan terikat dengan luka bacokan di sekujur tubuh.
Para polisi ini bahkan harus bersembunyi di selokan dan ada yang meminta tolong ke rumah warga. Tapi massa tetap mengejar dengan berbagai senjata tajam yang dibawanya.
Akibatnya, tiga bintara polisi ditemukan gugur di tempat dan waktu yang berbeda secara mengenaskan. Bahkan ada salah satu korban yang ditemukan dengan kondisi kedua tangan terikat dengan luka bacokan di sekujur tubuh.
Jenazah para polisi ini kemudian dievakuasi dari lokasi. Tragedi ini langsung menjadi sorotan nasional. Sedangkan, Musa yang menjadi provokator berhasil kabur dan jadi buronan utama.
Penyelidikan dan operasi pencarian Musa pun digelar. Setelah peristiwa tersebut, sebanyak 42 warga yang diduga kuat ikut melakukan penyerangan dan pembantaian diangkut ke Polres Bangkalan. Namun penyidik tak bisa mengorek lebih dalam peran ke-42 warga itu.
Sebab setiap ditanya, mereka hanya menjawab “tak oneng (tak mengerti)”. Namun polisi tak kehilangan akal, para warga ini kemudian ditemukan dengan empat polisi yang selamat untuk mengenali wajah-wajah yang terlibat penyerangan.
Sedangkan operasi penyisiran Musa yang ditengarai masih di dusun hasilnya nihil. Dari keterangan saksi, Musa diketahui langsung kabur dengan menggunakan motor hasil curian sesaat setelah tragedi itu.
Berbagai spekulasi pun merebak atas kaburnya Musa saat itu. Musa diduga telah kabur ke Kalimantan, ada juga yang menyebut Musa bersembunyi ke Malaysia. Namun yang pasti hingga bertahun-tahun keberadaan Musa tak terdeteksi.
Hingga pada Juni 2012, polisi berhasil mendeteksi Musa berada di rumah istri keduanya, Khotimah yang berada di Desa Karpote, Blega, Bangkalan. Mendengar informasi ini, polisi segera menyergap dan berhasil menangkap Musa.
Setelah ditangkap, Musa sempat dibawa ke RSUD Syamrabu, Bangkalan untuk mendapat jahitan. Ini karena dua kakinya mendapat hadiah timah panas dari petugas. Dengan wajah masih babak belur, buron 14 tahun itu selanjutnya dikeler ke Polres Bangkalan dan jadi pesakitan di persidangan.
Selasa, 28 Mei 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkalan kemudian menjatuhkan vonis 12 tahun pidana penjara kepada Musa. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 15 tahun pidana penjara.
Namun baru saja ia menjalani hukumannya, Musa dinyatakan meninggal karena sakit. Pria asal Desa Tellok Galis itu meninggal karena sakit saat berada di dalam Lapas Porong. Musa meninggal dalam usia 54 tahun sebagai legenda kejahatan yang membuat tiga polisi gugur.*