POLICELINE. Surat perintah bernada ancaman yang ditandatangani Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasti Kristyanto sebelum Pemilu 14 Februari 2024 kembali viral.
Salah satu media lokal berkantor di Sumenep mengupas surat edaran untuk internal PDIP itu dengan menghubungkan nasib politisi senayan MH Said Abdullah yang kembali maju sebagai Caleg (Petahana) DPR RI melalui PDI Perjuangan Dapil Madura XI.
Tak pelak, sosok Said Abdullah kembali menjadi sorotan. Hal itu dinilai sangat wajar karena politisi kelahiran Sumenep 22 Oktober 1962 silam itu konon dikenal politisi senior yang memiliki kedekatan tersendiri dengan keluarga Megawati Soekarnoputri.
Sumber informasi menyebutkan perolehan Caleg Said Abdullah dinilai cukup signifikan dan konon melampaui perolehan Ganjar-Mahfud pada Pilpres 14 Februari 2024. Namun hal itu belum terkonfirmasi secara resmi.
Dikutip dari sejumlah sumber pemberitaan sebelumnya, surat perintah bernada ancaman yang ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekartoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto itu memang sempat viral dan menimbulkan perdebatan dikalangan publik.
Surat edaran itu dikeluarkan pada 16 Desemberi 2023 yang ditujukan kepada DPD PDI Perjuangan, DPC PDI Perjuangan, serta Caleg PDI Perjuangan.
Menukil laporan TribunVideo, dalam surat itu tertulis wajib memenangkan PDIP dan Ganjar-Mahfud di setiap TPS hingga berjenjang ke atas.
Suara Ganjar-Mahfud harus linier di antara suara caleg dan suara partai.
Dijelaskan pula, dimana setiap TPS perolehan suara caleg di setiap dapil minimal harus linier, sama dengan perolehan suara Ganjar-Mahfud.
Bahkan suara paslon 03 harus lebih besar dari suara caleg untuk mencapai target pemenangan Pilpres 2024.
Dalam surat itu juga dijelaskan bagi caleg yang perolehan suaranya tidak linier dengan suara Ganjar-Mahfud maka PDIP akan mempertimbangkan caleg terpilih tidak akan dilantik.
Surat edaran bernada ancaman yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekjen PDI Perjuangan tersebut, pernah mendapat respon dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), yang menganggap aneh langkah PDIP tersebut.
Menyadur Tribun-Video, Peneliti Formappi Lucius Karus pada Senin (19/2), menilai sikap PDIP itu bertentangan dengan UU No 7 Th 2017 tentang UU Pemilu.
Pihaknya mempertanyakan partai politik yang menentukan seorang caleg terpilih bisa dilantik atau tidak.
“Aneh aja itu aturan kalau dibaca dalam konteks prosedur penentuan dan penetapan calon terpilih berdasarkan UU Pemilu. Bagaimana bisa partai yang menentukan apakah seorang caleg terpilih bisa dilantik atau tidak?” kata Lucius Karus dikutip dari Tribun-Video.
Lucius lantas menyinggung UU Pemilu pasal 246 terkait penggantian anggota legislatif.
Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa
Menurutnya, ada 4 kondisi anggota legislatif bisa digantikan berdasarkan UU Pemilu tersebut, yakni yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri.
Kemudian, tak lagi memenuhi syarat, dan terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Lucius dengan tegas mengatakan, partai politik tidak memiliki wewenang untuk menentukan siapa caleg yang dilantik sebagai anggota dewan. [trb/pol]