POLICELINE.ID– Joget gemoy Wali Kota Medan Bobby Nasution menjadi kontroversial karena memihak salah satu calon presiden (capres).
Padahal, Presiden Jokowi jauh-jauh hari telah mengingatkan pejabat kepala daerah untuk menjaga sikap dan tidak memihak di tahun politik. Namun, tampaknya Bobby tidak menggubris apa kata mertuanya itu.
“Saya minta gubernur, bapak, ibu bupati, wali kota berikan dukungan pada tugas KPUD dan Bawaslu, tapi tidak mengintervensi apapun, membantu anggaran segera, disegerakan. Saya minta jangan sampai memihak. Itu dilihat, lo hati-hati, bapak ibu dilihat. Mudah sekali kelihatan bapak ibu memihak atau ndak.
Juga pastikan ASN itu netral,” kata Presiden Jokowi beberapa waktu lalu kepada para pejabat kepala daerah di Istana, Jakarta. Bobby merasa joget gemoy yang identik dengan salah satu capres itu tidak menyalahi aturan.
Bahkan, ia mengaku joget gemoy yang ia lakukan bersama sang istri itu merupakan bagian dari kampanye untuk mendukung capres Prabowo Subianto. “Saya ini bukan ASN, beda. Saya bukan PNS. Jabatan saya ini nggak kayak di sebelah-sebelah (ASN) saya ini.
Mereka pensiunnya ada mungkin beberapa puluh tahun lagi. Saya tahun ini pensiun,” kata Bobby saat ditemui awak media di Medan, Rabu (17/1).
Bobby mengaku joget gemoy yang dilakukan dengan Kahiyang Ayu dan diunggah di TikToknya itu merupakan bagian dari kebutuhan kampanye.
Ia juga merasa itu bagian dari hak politiknya sehingga tidak menyalahi aturan-aturan Pemilu. “Tugas saya sebagai Wali Kota Medan saya jalankan. Saya rasa saya jalankan dan tentunya saya ada hak politik juga.
Untuk joget di TikTok itu saya rasa kalau ditanya itu kampanye atau tidak, ya kampanye. Itu untuk kebutuhan video kampanye,” kata Bobby lagi.
Joget gemoy ala Prabowo Subianto yang dilakukan orang nomor satu di Kota Medan itu dinilai kontroversial.
Pengamat komunikasi politik Universitas Sumatera Utara (USU), Syafrudin Pohan menilai hal tersebut menjadi masalah besar. “Dalam komunikasi politik ada (istilah) the invasion of stage management atau pengelolaan panggung depan dan panggung belakang.
Apa yang disampaikan Presiden Jokowi terkait dengan netralitas kepala daerah dan apa yang direpresentasikan ke publik Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan itu adalah bagaimana panggung depan itu mereka seakan-akan nggak ada masalah,” jelas Syafrudin di Medan, Sabtu (20/1/2024).
Namun, Syafrudin memandang jika secara back stage (panggung belakang) seperti teore politik yang ia kemukakan, apa yang dilakukan Bobby tentu akan menjadi masalah besar.
“Tapi di panggung belakangnya saya kira itu bermasalah besar, karena bagaimana mungkin mereka sebagai representasi publik sekarang ini publik tidak bisa menilai dengan sesungguhnya bahwa yang mereka katakan itu melakukan pembenaran sendiri.
Secara panggung belakang mereka istilahnya ada komunikasi politik antara presiden dengan menantunya sudah pasti seperti itu,” terang dosen USU lulusan Doktor dari Universiti Sains Malaysia itu.
Syafrudin tak memungkiri kalau Bobby Nasution pun tidak mematuhi apa kata mertuanya, Presiden Jokowi terkait netralitas, walaupun Bobby mengganggap bahwa dia tidak menyalahi aturan karena bukan ASN. “Saya kira di dalam peraturan semua sudah jelas, tapi dalam hukum selalu ada celah, daerah abu-abu, setiap orang akan memanfaatkan itu.
Siapa pun ketika dia merepresentasikan publik tentu dia mengatakan ‘oh nggak ada aturan yang saya tabrak’ tapi publik akan memperhatikan,” kata Syafrudin.
“Karena ada aturan abu-abu, ‘saya bukan ASN’ itu kan abu-abu, tapi itu kan sebuah penanda bahwa dia bersembunyi di balik lalang, ibarat kata bersembunyi di balik lalang itu ketahuan semua, bahwa apa yang dilakukan Bobby sudah jelas memelintir statement Presiden walaupun itu mertuanya,” pungkas alumnus Magister UGM itu